Melemahnya Mata Uang Asia Sebagai Imbas Meningkatnya USD

Melemahnya mata uang asia terlapor pada perdagangan hari Selasa 3 Oktober 2023 sendiri merupakan imbas dari meningkatnya US Dollar. Didukung dari beberapa data ekonomi AS sendiri nilai USD terus mendominasi mulai hari pertama perdagangan valuta asing pada minggu ini.

Melemahnya Mata Uang Asia

Data ekonomi AS tersebut berasal dari sikap dan sifat tangguh Federal Reverse dalam kebijakan bunga yang dimilikinya. Bahkan Federal Reverse tetap kokoh supaya dapat memberikan suku bunga tinggi dalam jangka waktu lama, sehingga mampu memperkuat nilai dari USD sendiri.

Indeks dollar sendiri terlihat di broker exness sudah pernah mencapai titik tertingginya pada November tahun lalu dengan berada pada poin 107,14. Oleh sebab itu Federal Reverse menerapkan target pada perdagangan berikutnya supaya USD dapat terus meningkat hingga mencapai 108,0 tepat diatas 108,98.

Pengaruh Aksi Jual Treasury pada Melemahnya Mata Uang Asia

Aksi jual treasury Amerika Serikat yang sudah lama redup akhirnya berhasil mendapatkan kembali momentum terbaiknya. Momentum ini muncul tepat setelah terjadinya capital flows yang keluar pada akhir bulan September 2023 lalu dan berkaitan erat dengan data manufaktur.

Data manufaktur ISM yang dirilis pada Senin tanggal 2 Oktober 2023 kemarin juga ikut mempengaruhi pada aksi jual treasury Amerika Serikat karena mencapai yields 10 tahunan sebesar 4,7%. Hal tersebut berimbas pada melemahnya mata uang asia dalam perdagangan forex.

Banyak trader pada brokerindofx mengeluhkan bahwa nilai jual dari beberapa mata uang di Asia seperti Japan Yen dan Chinese Yuan terus merosot nilainya akibat imbas dari menguat kembali USD. Hal tersebut dapat dilihat melalui nilai pertukaran yang terus menguat tiap harinya.

Warning World Bank

Dampak dari meningkatnya USD akibat imbas dari treasury Amerika Serikat sendiri membuat melemahnya mata uang asia. Melihat hal tersebut world bank tidak tinggal diam saja dan memberikan warning atau peringatan mulai minggu ini karena adanya prospek suram bagi negara di Asia.

Prospek suram tersebut menyebabkan turunnya proyeksi tahun 2024 pada beberapa negara di Asia menuju level terendah dalam setengah abad terakhir. Namun proyeksi tersebut tidak menyertakan data dari pandemi covid serta krisi minyak dan keuangan asia yang terjadi tahun 1970an.

Berdasar data dari analisis Tiongkok sendiri menyebutkan bahwa perkiraan pemulihan yang telah diantisipasi tidak sesuai dengan rencana. Hal tersebut mempengaruhi semakin berkurangnya sentiment perdagangan dan menyebabkan outflow mata uang asing menjadi lebih signifikan.

Hal tersebut dapat menyebabkan dampak cukup signifikan seperti terjadinya perlambatan dalam permintaan global terhadap Tiongkok. Secara tidak langsung sangat berpengaruh secara signifikan terhadap melemahnya mata uang asia.

 

Tinggalkan sebuah Komentar